![]() |
Ibnu Arifin, SH |
Penulis: Ibnu Arifin SH (Wakil ketua umum bidang Advokasi, Hukum dan Ham DPP PPR), sabtu (6/5/2017)
Pekanbaru:Riaunet.com~Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) me-
rupakan institusi dari sub sistemperadilan pidana mempunyai fungsi strategis sebagai pelaksanaan pidana penjara dan sekaligus sebagai tempat bagi pembinaan narapidana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Fungsi Lapas ini sesungguhnya sudah sangat berbeda dan jauh lebih baik dibandingkan dengan fungsi penjara jaman dahulu. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan narapidana/tahanan, Lapas dalam sistem pemasyaraktan selain sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara (kurungan) juga mempunyai beberapa sasaran srategis dalam pembangunan nasional.
Tujuan tersebut antara lain dinyatakan bahwa Lapas mempunyai fungsi ganda yakni sebagai lembaga pendidikan dan lembaga pembangunan.Sebagai lembaga pendidikan, Lapas mendidik napi agar menjadi manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudi pekerti luhur.
Namun demikian dalam perjalanan waktu tampak jelas bahwa tujuan pembinaan napi ini banyak menghadapi hambatan dan berimplikasi pada kurang optimalnya bahkan dapat menuju pada kegagalan fungsi sebagai lembaga pembinaan. Permasalahan mendasar yang tampak riil adalah adanya kelebihan hunian (overcapacity) narapidana di Lapas-lapas hampir seluruh Indonesia.
Seperti larinya tahanan dari Lp sialang bungkuk pekanbaru berjumlah lebih kurang 200 orang yang saat ini masih menjadi incaran polisi. Fenomena tersebut di atas jelas bukan merupakan faktor kondusif bagi suatu proses pembinaan narapidana yang muaranya mencapai tujuan pemidanaan yang antara lain reintegrasi sosial dan dapat kembali diterima oleh masyarakat serta dapat menjalankan perannya sebagai anggota masyarakat seperti anggota masyarakat lainnya.
"Dalam beberapa politik pemasyarakat bahkan diharapkan selepas kembali hidup di masyarakat akan dapat menjadi manusia pembangunan dengan bekal pembinaan yang diperoleh di di dalam Lapas selama menjalani pidana penjara.
Overcapacity terjadi karena laju pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian lapas. Prosentase input narapidana baru dengan out put narapidana sangat tidak seimbang, dengan perbandingan input narapidana baru jauh melebihi out put narapidana yang selesai menjalani masa pidana penjaranya dan keluar dari lapas. Beberapa kasus tindak pidana yang menimbulkan banyaknya narapidana baru berkaitan dengan peningkatan yang sangat pesat pada terjadinya tindak pidana khususnya yang berkaitan dengan narkoba, pencurian serta kekerasan terhadap anak. filosofi pemenjaraan itu bukan untuk balas dendam, dia kita penjarakan terus kita didik makanya dibilang pemasyarakatan. Makanya, tidak perlu yang ringan itu dipenjarakan. Oleh karena itu, narapidana yang dibina di lembaga kemasyarakatan nantinya sudah tidak lagi membawa masa lalunya. Sehingga eks narapidana tersebut dapat menjadi orang yang lebih baik. Ketika dia kembali ke masyarakat dia sudah tidak membawa masa lalunya.
Overcapacity terjadi karena laju pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian lapas. Selain itu tampaknya terdapat beberapa faktor pendorong lain untuk terjadinya overcapacity paradigma atau faktor hukumnya itu sendiri yang cenderung berorientasi pada pidana institusional (penjara).
Overcapacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain rendahnya tingkat pengamanan atau pengawasan serta terjadinya prisonisasi.
"Solusi overcapacity narapidana dalam Lapas dalam upaya optimalisasi pembinaan narapidana dalam upaya optimalisasi pembinaan narapidana antara lain dengan beberapa tindakan yang bersifat non-institutional berupa pidana bersyarat, probation, pidana yang ditangguhkan, kompensasi, restitusi serta penggunaan restorative justice.
Demikianlah solusi saya untuk lapas overcapacity, semoga menjadi itibar bagi kita semua aamiinn. (rdk)