Berita Terkini

OPINI : Rasionalisasi Anggaran Adalah Ujung Tombak Perekonomian Suatu Daerah

Rabu, Juli 25, 2018
Harry Oger Firmansyah
Penulis : Harry Oger Firmansyah (Masyarakat Kabupaten Bengkalis).

Bengkalis:Riaunet.com~Rasionalisasi adalah proses, perbuatan, tindakan yang dilakukan untuk merubah sesuatu yang tidak rasional menjadi bersifat rasional; Artinya, hal - hal yang dipandang irasional (tidak logis) harus dirubah menjadi sesuatu yang rasional atau masuk akal.

Tindakan seperti ini dilakukan apabila ditemukan gejala - gejala yang tidak sehat dalam sebuah kondisi, yang akan mengakibatkan terjadinya sesuatu yang fatal.

Dalam perspektif keuangan, tindakan rasionalisasi dilakukan apabila terjadi defisit anggaran dalam perjalanannya. Beban anggaran yang tidak sesuai dalam pelaksanaannya, harus dikaji ulang dan disesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada.

Dewasa ini, banyak daerah yang perekenomiannya mengalami defisit. Di provinsi Riau, hampir seluruh kabupaten kota mengalami penurunan profit.

Ihwal dari "mewabahnya" kejadian ini adalah terjadinya pengurangan transfer dana pusat ke daerah. Kondisi perekonomian global dan ditambah massive-nya pembangunan yang dilakukan pemerintah, membuat perekonomian Indonesia menjadi "mengelabah".

Sumber pendanaan yang tak terencana dengan matang, menjadi penyebab perekenomian Indonesia hampir terlentang. Mengandalkan pembiayaan dari luar, ternyata hanya menambah beban hutang. Dan celakanya, hal ini berimbas terhadap daerah yang menggantungkan sumber pendapatannya dari dana perimbangan.

Bercermin dari kondisi perekonomian yang terjadi, seharusnya pemerintah daerah harus memiliki "sens" yang lebih dalam memprediksi. Pemerintah daerah tak perlu memaksakan penggunaan anggaran, yang hanya mengakibatkan memberatkan beban. Pembangunan yang bukanlah prioritas, harus mampu di eliminir hingga tidak menimbulkan bias.

Namun, nasi telah menjadi bubur. Perekonomian saat ini di ibaratkan campak dalam lumpur. Untuk bergerak saja sudah sulit, apalagi untuk bangkit.

Kejadian yang sama tahun silam tidak menjadi pelajaran berharga. Akibatnya, pemerintah mengulangi kesalahan serupa. Paksaan demi paksaan terus dilakukan, entah dengan alasan apa, dalil yang mana, beberapa kegiatan pembangunan tahun jamak yang bukanlah hal genting, tapi cara mereka mempertahankan, seolah - olah adalah sangat penting. Atau, memang harus dijalankan, agar yang telah diterima tidak dipersoalkan?

Dampaknya? Seperti yang kita alami bersama. Perekonomian menjadi lesu. Pasar - pasar kehilangan pembeli, kedai warung pun tak sedikit yang memberikan bon tambahan lagi.

Guru madrasah terus mengeluh, pekerja bangunan tak lagi memburuh. Banyak yang beralih kerja serabut, nelayan pun kini jarang melaut.

Memasuki penghujung triwulan kedua, proses rasionalisasi tidak juga kunjung terlaksana. Anggaran yang tersisa, bahkan tidak cukup membayar gaji honor yang bekerja. Rapel menjadi sesuatu yang lumrah belakangan ini, kebutuhan hidup seakan harus bisa diakali.

Jika saja para pengambil kebijakan hari mau mendengar, peka, membatin, mengerti akan kebutuhan masyarakat, tentu mereka akan mengurangi kegiatan yang tidak bermanfaat.

Maka, yang bisa kita harapkan saat ini adalah hasil rasionalisasi itu sendiri. Apakah mereka, para pengambil kebijakan memang berpihak pada rakyat? Atau malah berupaya menyusahkan masyarakat.

Namun, jika keberpihakan itu ada, maka program yang tak bersentuhan langsung ke masyarakat tidaklah lagi menjadi agenda. Rasionalisasi harus dikawal, penggunaan anggaran kedepan harus memang terjadwal.

Sepaling tidak, kejadian sekarang sudah bisa dijadikan pelajaran. Jangan lagi salah memilih pemimpin kedepan. (Rdk)